Sedulurku tercinta, maafkan aku kalau bertutur kebaikan, semata niatku tahaddusts binnikmah, ini terjadi saat aku pulang dari pengajian, sekitar jam duabelas malam, pakai roda dua berboncengan dengan santri. Biasa, kalau aku pulang dari pengajian itu jajan2 di kaki lima, mampir ke rumah sahabat-sahabat, hanya niatnya melek itu.
Saat itu aku jajan nasi goreng, pesan dua porsi untuk kami berdua, tempatnya di Semarang Timur. Sambil menunggu nasi goreng, merokok dan minum teh hangat, dialog sama yang jualan di kaki lima itu. Tengok kanan-kiri, ternyata ada deretan becak parkir tertutup plastik tebal depannya, dan dari samping terlihat, tukang becaknya mlungker di dalam, sesekali polah (bergerak), maka terdengan kresak-kresek amat keras, suara plastik itu.
Bau bumbu nasi goreng ketika dimasak terasa menyengat hidungku, lalu aku berfikir, tukang-tukang becak ini tentu sejak sore tersengat bau nasi goreng kayak gini, dan apa mereka sudah makan dan mencicipi? Aku dengar ada yang bersin, ada yang batuk dan ada yang turun sambil menggeliatkan badan, aku hitung jumlahnya enam orang, enam becak. Ketika nasi goreng pesanan itu disodorkan di depanku, dengan setteng seperti itu, aku tidak jadi makan, kalau enam orang itu tidak melu ngicipi nasi goreng malam ini.
Ketika aku tanyakan penjualnya, hanya tinggal empat porsi, aku pikir pas bagi mereka kalau kami tambahi dua porsi dariku dan santri. Maka yang turun dari becak itu aku minta membangunkan teman-temannya, serentak mereka aku persilahkan duduk bersama, menunggu yang belum jadi. Aku lihat wajah-wajah mereka nampak lebih tua dari usia yang sebenarnya.
Sambil minum dan merokok, aku tanya asal daerah, anak-anak mereka dan keberadaan becak mereka di kota ini. Mereka bilang, ada yang tidurnya terbangun karena mimpi diminta sangu anaknya, ada yang agak sakit tapi bagaimana lagi harus mengayuh becak ini, tidak ada pilihan lain, asal halal--katanya. Rata-rata mereka pasrah terhadap keadaan, bagaimana lagi itu, asal halal, asal halal, asal halal, asal halal, suara mereka bersaut-sautan.
Tak lama setelah jagong, nasi sudah mateng, sekarang pas sebanyak mereka, lalu aku persilahkan mereka untuk menikmati, monggo2 mas dinikmati--kataku. Ketika aku membayar, aku saksikan dengan syukur karena mungkin benar dugaanku,sejak sore tadi mereka didera bau menyengat nasi goreng, tapi tidak terbeli bagi mereka, karena aku tanya kenapa tidur di becak ini, mereka bilang belum ada uang untuk membayar sewa becak seminggu ini, jalan macet, banyak konvoi kampanye--kata mereka. Mereka makan dengan lahap, masyaAllah...
Kawan2, aku terus ngeloyor pulang menembus malam, aku tidak ingin ucapan terimakasih dari mereka, khawatir keikhlasanku hilang. Begitu sampai rumah, aku sudah nggak bawa oleh2, dan aku dengar riuh di rumah, ternyata anak-anakku yang banyak itu sedang ngepung nasi goreng buatan uminya di atas nampan, begitu aku lepas baju (blijen--bhs Jawa), aku dan santriku tadi gabung ngepung nasi goreng itu….
Tentu cepat habis, dan anakku yang kecil menjerit--umi bikin lagi….
Lalu bikin lagi….
Jumat, 04 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar