Sedulurku tercinta, secara sederhana lihatlah ulat menjadi kepompong lalu menjadi kupu-kupu terbang dengan sayap-sayap nan indah, orang bilang metamorfosis. Ada orang yang tadinya jahat, belakangan menjadi orang shaleh, dengan menebar kebajikan nan indah. Perubahan ini merupakan anugerah dari Dia, Yang Maha Mengubah. Debu kejadianmu, gosoklah dengan peristiwa maka engkau akan menjadi intan permata.
Jadi peristiwa dalam ranah siang malam, di langit apa di bumi itu semua merupakan proses berubah. Keyakinan atas keberadaan hidup membawa kita untuk memahami bahwa Dia tidak akan menelantarkan hambaNya. Setiap proses merupakan fakta bahwa Dia mengevolusikan melalui jutaan bentuk, setiap bentuk akan lebih baik daripada sebelumnya. Kecemasan banyak orang menurutku tidak perlu, karena hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak percaya kepada Dia Yang Maha Mengubah.
Dunia ini yang tetap adalah perubahan. Evolusi diri jelas harus dilakukan, sehingga Kanjeng Nabi bersabda bahwa barang siapa mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya. Dengan demikian ada evolusi kongkrit dan abstrak. Bagi evolusi kongkrit bisa kita saksikan dengan indera apa saja yang menyangkut perubahan ini, tergelar di jantera alam semesta. Namun perubahan yang abstrak, sampai pada titik menemukan Dia sebagai identitas yang sebenarnya.
Tuhan adalah kesadaran Alam semesta yang menghidupkan setiap wujud di dalamnya. Hanya ada satu Tuhan. Segala keterpisahan adalah suatu ilusi. Setiap perbuatan kita adalah arus menuju samudra. Untuk sampai kesana orang harus menempuh jalur evolusi ini secara spiritual, dengan konsep menyerah, bentuk evolusi ini adalah keterlarutan atas keterpisahan dalam samudra CintaNya. Setelah menyerah, orang akan memperoleh pencerahan sebagaimana yang dialami oleh orang arif itu. Pencerahan ini bukan lah tujuan akhir dari perubahan yang ada, namun proses evolusi yang konstan, evolusi cinta. Pertumbuhan jiwa akan nampak berdasar atas penyesapan akan ajaran-ajaran Dia.
Sehubungan dengan Tuhan itu sendiri tidak bisa dimisalkan sesuatu, maka setelah menyerah, kemudian melarut dari keterpisahan, tataran berikutnya adalah ketiadaaan yang di mata kebudayaan bentuknya adalah kematian. Dengan demikian perjalanan menuju Dia yang tak bertepi ini membawa kepada pemahaman evolusi cinta yang tak bertepi juga. Cuma kematian kongkrit ya lepasnya Ruh itu dari jasad, sementara kematian abstrak adalah lenyapkan ego supaya Dia bermahkota di dada.
Maka dari sinilah Kanjeng Nabi mengatakan: matilah sebelum kamu mati. Sementara Rumi mengatakan: menemui Dia tidak musti melewati ajal. Kalau Iqbal memetaforkan evolusi cinta ini dengan perjalanan isro' mi'raj sehingga Iqbal mengarang buku Javid Namah (Kitab Keabadian), sedangkan dalam Hadis Qudsi Tuhan sendiri menyatakan ada 7 proses: Jasad, shudur, fuad, kalbu, tsaqaf, lubb dan sirr. Kalau ternyata dalam sejarah ada tragedi martir dari pengungkap rahasia ini, tentu menunjukkan fakta bahwa mereka tidak kuat sebagaimana Nabi….
Kawan-kawan, untuk bisa sampai pada evolusi cinta ini Allah menurunkan kasih sayangNya lewat Kanjeng Nabi sebagai Imam, agar tidak terulang lagi tragedi para pencari yang tak bertepi ini. Rumi dalam hal ini menyatakan Kanjeng Nabi maju melalui banyak keadaan kesadaran. Setiap kali beliau mencapai tataran pemahaman baru, beliau minta ampun atas ketidaktahuan sebelumnya. Hanya Nabi yang memiliki stamina untuk merenungkan Tuhan dengan semua aspekNya sekaligus. Beliau menolak untuk tetap terperangkap dalam satu tataran pemahaman. Sementara ada yang lain lagi, Abdullah Azhari menyatakan: aku sebenarnya memiliki tataran seperti Bayazid dan Mansur, tetapi aku rahasiakan, hanya untuk diriku….
Jumat, 18 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar