Sedulurku tercinta, semesta ini terlalu luas aku jelajahi namun aku nikmati setiap momentum yang diizinkan Allah, sepenuh hati. Dasarnya sederhana, Tuhan bikin apa saja bukan untuk main-main namun sebagai kesaksian cintaNya. Setelah bubaran acara Kenduri Cinta, aku meluncur ke titik momentum ini bersama sahabatku, Mas Pri Cepu. Selama tiga hari disini, aku ditunjukkan oleh Allah, di puncak derita Tuhan bermahkota.
Seorang Ibu terbaring menyongsong kekasihnya, dalam arti sakarotul maut, dikelilingi semua anak cucunya, dikelilingi sahabat-sahabat dekatnya, diiringi kidung cinta, bacaan-bacaan kalimah thayyibah. Setahuku, ini salah satu tanda-tanda khusnul khotimah. Lewat lidah kesaksian anaknya, Ibu ini hidupnya habis untuk melayani kehidupan, beliau seorang pensiunan Bank Indonesia. Seluruh ego beliau hancurkan, untuk merengkuh anak yatim dan membeayainya, tak sungkan beliau jualan makanan kecil di tempat kerjanya dulu, Bank Indonesia itu.
Kalau aku bahasakan kesibukan Ibu ini bagai tarian rembulan, cahaya Kanjeng Nabi saw memercik di kalbunya dan komando-komando beliau dilakukan dengan sepenuh cinta, sampai pada titik sakit yang dialaminya, pendarahan otak. Aku terbayang Sayyidina Ali lari dari Mekkah ke Medinah, setelah dipukuli orang-orang, karena menjadi tameng Kanjeng Nabi, sampai di depan beliau dia ambruk tersunggkur, bagai laron terbakar oleh cahaya lilin, telapak kaki Sayyidina Ali mengelupas penuh darah. Kanjeng Nabi saw, tak mampu berkata-kata, hanya menggesa--Ya Ali….dengan derai air mata.
Ibu ini berdarah-darah otaknya, memikirkan jejak-jejak kekasih Allah itu, dengan cara mencintai umatnya tanpa batas. Sampai pada saat sakaratul maut itu aku ditunjukkan lembaran-lembaran surat gadai perhiasannya, untuk menebus cinta itu. Dan aku ditunjukkan tempurung otaknya dilepas dokter, nampak bercak darah diatas kepalanya, ditutupi lebaran kain putih. Semua ikhtiar sudah maksimal, namun Ibu ini hatinya tetap menyala, tubuhnya tetap hangat, bibirnya hanya bergerak-gerak, kalau aku lihat melafalkan Allah, Allah, Allah….
Saat aku diminta bicara, aku sempatkan mencium pipinya dulu, lalu tangannya, dan aku bilang kepada anak-anak cucunya, atas kesalekhan Ibumu ini, sebelum dia meninggalkan kita semua, bolehkan aku meminta--Ibu, malam ini sebelum engkau kembali kepada kekasih, bolehkah aku mendaftar untuk kau akui sebagai anakmu…. aku kisahkan Ibu, kala Malaikat Izrail disuruh Allah mencabut nyawa Ibrahim, Nabi Ibrahim bilang masak Kekasih akan membunuh kekasih, lalu Allah lain waktu menyuruh Izrail datang ke Nabi Ibrahim disuruh bilang---wahai Ibrahim kekasih Allah, masak sih kekasih tidak ingin ketemu Kekasih? Ibrahim pun menyerah--kalau begitu ambillah nyawaku, sekarang!
Sejam berikutnya Ibu ini meninggal. Aku melihat batok kepalanya dipasang lagi, dijahit oleh dokter, tentu berdarah-darah. Aku ikut mandikan, ikut mengantarkan kepusara, dan yang adzan iqamatnya, menyambut pelayatnya. Ada salah satu saudaraku, ya anak Ibuku itu, dengan ketakdziman penuh cinta menyambut tamu-tamu pelayat Ibu yang begitu banyak, dicium tangan mereka semua, dengan tingkat ketundukan.
Dalam sambutannya saudaraku itu disamping mengucapkan terimakasih, dia menjerit---Mama,,, engkau kini tiada dalam pandangan mataku, tetapi engkau selalu hidup di hatiku, kini komadolah dibalik tirai dunia ini kepadaku,, Mama! Mama! Mama….aku siaaaap!....
Kawan-kawan, aku menyaksikan tangannya sambil hormat bagai kesiapan tentara, kalau ia panggil aku--kakakku, sepulang jamaah subuh dari masjid dia menggandeng tanganku sambil bilang--kakakku, ini semuuaaa kini milikmu….
Dialah Dick Doank yang dititipi Allah Kandang Jurang Doank yang dilahirkan Ibu Hajjah Kurnaini, ya Ibuku itu, juga Ibu semua anak-anak yang bernyanyi di Kandang Jurang Doank, kidung cinta….
Datanglah kawan kesana….
selamat datang….
Senin, 07 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar