Sedulurku tercinta, banyak tamu-tamuku berdatangan tidak sekedar mereka mengundang pengajian, namun mereka meminta solusi masalah hidupnya. Mulai dari perjaka tua sulit jodoh, bangkrutnya kehidupan, anak-anaknya yang nakal, malas hidupnya, pacar putus melulu, sampai masalah ejakulasi dini, apalagi, apalagi, apalagi.
Semua mengisyaratkan kesusahan atau kesedihan, padahal selama jasad dan jiwa itu bersama, kesedihan tidak mau tertinggal, ikut kemana-mana, ikut siapa saja. Apapun yang mengenahi diri--dalam ranah cinta--adalah goresan yang kalau didalami dan diselami, maka kesedihan tidak semengeri yang dibayangkan banyak orang, semua tergantung kecerdasan diri dalam menghadapi semua itu. Aku itu gampang menangis, tetapi nangis kegembiraan dibalik duka cita dunia ini, apalagi menangis karena kegembiraan atas kebahagaan saudara-sadara: melihat kesehatannya, usahanya jalan, anak-anaknya beradab, rukun keluarganya dan sebagainya.
Aku bilang menangis kegembiraan dibalik kesedihan itu maknanya percayalah bahwa Dia tidak akan menyakiti kita, Dia membenahi kita, Dia menyempurnakan kita--pada ujungnya. Semua peristiwa ini proses yang harus direlakan--walau menyedihkan seperti apa--untuk menuju tangga-tangga kebahagiaan hidup. Dasarnya, Tuhan tidak akan membikin semua ini dengan sia-sia: Maha Suci Dia.
Lihatlah banyak kisah--biasanya orang-orang besar--dibalik kesusahannya mereka tidak sekedar memperoleh kurnia-kurnia, tetapi dimahkotai yang membikin karunia ini, yakni Tuhan.
Sementara yang aku temui diatas adalah masalah-masalah barang ciptaan, sementara yang aku tunjukkan adalah jangan disedihkan masalah barang-barang ciptaan ini, pandanglah yang menciptakan, maka musnahlah derita. Semua yang kita alami dalam selubung dunia ini adalah semacam bungkus-bungkus dengan beraneka warna dan rupa serta jenis. Bila bungkus itu terbuka, maka kita akan bisa memandang keindahan yang tak terkira, wujudnya adalah Kehadian Tuhan dalam diri ini.
Bagi manusia puncak menanggung derita, mereka itu para Nabi dan Rasul dengan titel Ulul ‘Azmi, beliau-beliau itu kuat karena ada kemampuan membongkar selubung pernik dunia, lalu dipandangnya Dia. Ketika Dia kita rasakan kehadiranNya dalam diri, kita akan megah dalam sejarah, kita akan menjadi khalifah di bumi. Megah dengan rendah hati, menang tanpa merendahkan, kaya walau tanpa harta, menjelajah dalam kesendirian, sakti walau tanpa senjata.
Orang semacam ini jiwanya bisa terbang bagai merpati, langkahnya bebas dari keterserimpungan materi walau kenyataannya harus menghadapi derita ini, kemudian berani menanggung resiko antara suka dan tidak suka yang biasanya diciptakan oleh arus pemikiran yang kalkulatif itu, dan tidak terjebak kepada keakuan yang melanda kepada orang-orang besar itu biasanya, bentuknya ingin hebat, menjaga gengsi, harga diri, kesombongan, sok kuasa dan sebagainya....
Kawan-kawan, sekali lagi, kita bisa tertawa sendiri kalau menyadari semua pernik masalah dengan ujung
karuania ciptaan ini, maknanya apa yang sepantasnya kita bawa dalam kehadiran kepada Dia, andai kita maturnuwun atas kurnia itu yang pantas. Ternyata semua tidak pantas, kecuali kita datang dengan menyerahkan hati dan kebaikan-kebaikan yang direndahhatii. Memang kesedihan tetep hadir tetapi telah kita olah dalam samudra cinta, menjadi kegembiraan adanya, itulah duka cinta....
Jumat, 18 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar