Sedulurku tercinta, sore itu tanggal tujuh belas, biasa kan aku mau ke Mocopat Syafaat Jogja, Kasihan Bantul, tapi uang sepeserpun aku tidak punya--duh Gusti, krentegku, aku tetap mau ke Maiyahan Jogja, jam menunjuk angka empat sore, aku pasrah dengan caraMu.
Menit berikutnya, ada kawan datang pamit mau berangkat haji, langsung menohok pertanyaan mau kemana Kiai malam ini, ke Cak Nun--aku jawab. Laki2 itulah yang mengantarkan aku ke agen Nusantara, tentu yang membelikan tiketnya, dan menemani sampai bus brangkat, jam lima sore. Biasa, kalau aku naik kendaraan merupakan kesempatan untuk tidur, kecuali naik pesawat, belum biasa.
Begitu sampai Magelang, temanku yang menjadi hakim pengadilan agama jogja--Hono Sejati namanya--tiba2 ngebel, apakah saya ke Jogja, tentu aku jawab iya, dan dialah yang kemudian menjemputku di Terminal Jombor, lalu mengantarkan ke Kasihan ikut serta Maiyahan. Tidak seperti biasanya, begitu aku sampai ke lokasi thongkrong dulu jajan2 di angkringan sambil udud (merokok), tidak malam itu, tahu sendiri kan?
Karena kedatanganku kemaleman, Pak De dan Cak Zaki meminta aku langsung ke panggung Maiyah, Cak Nun sudah menanyakan sejak tadi. Nah, di panggung--lupa lapar, lupa jam, lupa ngantuk--kenalan dengan Mas Tanto Mendut, manusia antik dari Muntilan, sahabat Cak Nun. Acara usai jam tiga pagi, aku langsung mensyukuri suguhan seperti biasanya di ndalem Kasihan.
Kami bertiga jagong sampai shubuh, thung. Mas Tanto saat itu nylethuk---mas budi mampir ke Mendut ya? Aku iyakan dan Cak Nun bilang, sip-sip-sip. Sepanjang jalan kami tidak bisa tidur, karena cekakakan sama Mas Tanto itu, begitu sampai di Studionya jagong lagi sampai sarapan pagi datang, baru Mas Tanto mempersilahkan istirahat.
Aku bangun tidur jam dua siang, selepas makan siang Mas Tanto langsung menawarkan--mas Budi kalau malam ini tidak ada acara, aku ajak ke ulang tahun Romo Kirtidjo di lereng gunung merapi. Aku iyakan karena memang malam itu aku pas nggak ada pengajian. Malamnya datang Mas Trianto Tiwikromo datang, bergabung ke lereng gunung merapi, esoknya mau ke Jogja. Suasana maiyah bisa dirasakan, artinya suasana membangun kebersamaan ada di situ, rebana ada, musik gereja tentu, ditutup group Sinten Remennya Mas Djaduk.
Menanti acara selesai, aku lihat2 pameran foto Romo, yang tanpa pamrih melayani keindahan kemanusiaan. Lalu menyalami Romo, sambil ngicipi jajan pasar yang disediakan. Begitu acara usai, ada Ibu setengah baya jejer di dipan, terus kenalan. Begitu dia tahu aku dari Semarang, langsung dia menawarkan kalau bisa bareng saja sama rombongannya. Tanpa babibu, aku iyakan begitu saja, setelah aku pamit Mas Tanto, Mas Trianto dan Romo Kirtidjo, aku pulang bersama rombongan itu. Dalam perjalanan, setelah dialog panjang tentang cinta, mereka tertidur, kecuali sopir yang dipesan mengantarku sampai tujuan.
Kala adzan bergema di pesantrenku, aku turun dengan mengucapkan terimakasih tak terhingga. Dan ketemu lagi dengan beliau2 itu lagi saat ada acara yang diprakarsahi Mas Rony, bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Gereja Pringgading. Selesai berjamaah shubuh, sama santri2 aku kasih tahu tentang cinta bila memanggilmu, pasrahlah walau mengaburkan pikiran-pikiranmu, kalau engkau andai sebuah kapal, relakan Dia menahkodai hidupmu….
Kawan2, boleh dicoba….
Senin, 07 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar