Sedulurku tercinta, apa pun yang panjenengan (anda) nikmati, aku senang dan bahagia. Segelas air bisa membayar kehausan, sepiring nasi bisa menebus kelaparan, sebuah lagu bisa menyodorkan nada indah di pendengaran, semilir angin bisa menghilangkan kegerahan, pergantian musim bisa membasahi dahaga pandangan dengan aneka warna-warna kehidupan. Semua ini adalah karunia Tuhan--kata orang.
Jadinya kalau ada yang ambruk bersimpuh kepada karunia-karunia berwujud benda ini, bukan hal yang salah. Mereka terpesona oleh selubung yang Allah jadikan ingin dikenal hamba-hambanya. Jangan diperolok-olok, jangan diremehkan, jangan dibid’ahkan, jangan ditegur menghinakan. Dalam pandangan ruhaniyah, bukankah itu arus jiwa yang perjalanannya berbeda-beda sampai di mana, dalam penggapaian kepada Tuhan yang tak bertepi dan tak terlukiskan bahasa ini. Nanti arus ini mengalir bergerak, seiring lintasan waktu yang disediakan Tuhan hingga sampai pada samudra CintaNya. Percayalah.
Misalnya saja minum, setelah merasakan kesegarannya--dalam hati--lalu muncul godaan pertanyaan, siapakah yang menurunkan hujan hingga tertuang segelas air itu? Akal bekerja dengan akademik, bahwa itu bersumber dari air samudra yang dipanasi matahari lalu menguap ke atas jadi mege-mega itu. Dalam ketinggian tertentu, mega-mega itu bagai dinding gelas yang didalamnya ada es, maka diluar gelas itu ada titik-titik air, bukan gelasnya bocor namun adanya perbedaan suhu di dalam dan di luar gelas, terjadilah titik-titik kondensasi yang--kalau di atas langit--jadilah rintik-rintik hujan itu. Pembagiannya hujan lewat desau angin kemana mau diturunkan, lalu kita reguk dalam gelas itu. Akal mengejar tentang darimana asal matahari itu, akal menjawabnya sendiri jantera alam ini terjadi karena adanya gas yang meledak, ledakan besar (teori big bang) dengan milyunan bintang tak terbilang, termasuk bumi matahari bulan ini. Akal mengejar dalam ranah kausalitas, gas itu dari mana berasal? Akal menjawab sendiri, itu mata rantai yang belum ketemu, semakin akal tahu akan dihadapkan semakin tidak tahu. Hehehe.
Ini baru ranah kurnia-kurnia benda. Baru satu titik air yang kita minum, arus jiwa mengembang ke galaksi tak bertepi. Soal ini saja, bagiku mengantarkan pada titik percepatan yang non akademik, dimana aku menemukan sebuah harta karun di sebuah sudut hatiku, dan dalam harta ini telah tersingkap sebuah permata yang tak ternilai bernama--Cinta.
Aku percaya arus ini semua sampai kesana dalam rububiyah Tuhan dan uluhiyahNya. Ada orang yang tidak sekedar menikmati kurnia-kurnia tetapi menanjak mencari tahu yang membikin kurnia, mau mengintimiNya. Ada orang yang hanya puas dengan pemberianNya, ada yang dahaga dengan Dia. Bagi yang puas dengan Dia, mata hatinya melihat sesuatu, mata hatinya terseret oleh arus sesuatu itu, arus Cinta....
Kawan-kawan, titik-titik yang lain aku persilahkan carilah sendiri, boleh anda sendiri, tetapi sementara arus ini masih tertempel jasad, jangan menyendiri.....
Kamis, 17 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar