Senin, 07 Juni 2010

Hisab Cinta

Sedulurku tercinta, orang ada yang heran ketika aku menyebar gula pasir di pojok taman bunga, satu kilo gram--untuk konsumsi semut2 itu supaya tidak menyerbu ke kamar-kamar, dan toples2 makanan. Aku melihat mereka pesta pora, mengusung butir demi butir dengan cara gotong royong, tanpa pertengkaran. Kayu-kayu yang dimakan ngengat (rangas), aku persilahkan untuk terus menikmati, kalau ada yang hampir patah karena keropos, tukang kayu aku suruh ngasih penyangga, biar kayu itu sampai habis, ambillah--kataku pada ngengat2 itu. Kucing-kucing, ayo bergabunglah.
Orang-orang yang dunia seluas ini kok terusir dan tak punya tempat, ayo datanglah ke rumah cinta ini, selamat datang, selamat datang, selamat datang. Bagi orang-orang yang kelelahan memanggul-manggul dunia, ayo baringkan sejenak biar penat hilang, dan aku pijiti untuk tenaga berjuang lagi, aku nyanyi-nyanyikan agar menjadi energi bermegah lagi, di ladang akhirat ini.
Kebaikan yang tumpah itu ternyata tak sampai pada seekor kera piaraanku yang rukun dengan kucing-kucingku saat itu, kala aku mau menunaikan ibadah haji, sehari sebelum berangkat. Dia mengamuk memporak-porandakan gentheng, kalau genthengku tidak masalah, tapi ini genting tetangga-tetangga, aku rayu malah mempelothotiku, aku tawarkan makanan ditolak, dia bertengger di puncak wuwung rumah orang.
Orang mau berangkat haji besok pagi meninggalkan piaraan seekor kera mengamuk, apa kata orang. Wong kampung sudah membantu menangkap, gagal juga, malah kukur-kukur dengan sedemikian kuat menahan lapar dan panas diatas wuwung itu. Kesabaran seorang calon haji--ya aku itu--belum jangkep (sempurna). Maka aku meminta seorang anggota koramil untuk melumpuhkan dengan cara menembak, asal tidak sampai mati. Tugas dilaksanakan dengan baik, kena kaki kiri tepat dibawah lututnya. Begitu kupegang, aku usap kepalanya batinku minta maaf kesalahanku, sorot matanya seperti tidak memaafkan.
Tentara yang menembak itu memintanya untuk piaraan. Akhirnya aku kasihkan, yang sebelum dia bawa pulang aku kasih perban setelah dikasih yodium. Paginya setelah subuhan dengan bersepeda motor, aku sendiri yang menjemput dua bus besar pengangkut sedulur yang mau mengantarkan. Apa yang terjadi kawan, ban motor depan terpeleset, besi pancatan kaki kiri merobek kaki kiriku--masyaAllah--persis sama dengan luka kera yang sudah aku hadiahkan tentara penembak itu. Begitu rombongan penggembira mau berangkat, bus ternyata tidak berani masuk kampung jalan terlalu kecil, jarak dari pondok sekitar satu setengah kilo. Akhirnya jalan kaki ramai-ramai, mengiringiku dengan langkah kaki perbanan kayak perban kera tertembak itu, terseok-seok seperti habis sunat, mencapai bus-bus pengantar itu...
Kawan2, sampai pulang haji, aku jenguk itu kera, meradang sambil berpegang kawat kandangnya, aku merasa diusir….
Engkau telah melukaiku, engkau melukaiku, pergi, pergi, pergi!!!!!!!!
Terbayang aku, kesaksian di hari perhitungan….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar