Kamis, 17 Juni 2010

Bir Cinta

Sedulurku tercinta, anda tentu pernah mengenal Gus Mik, pengembara yang punya nama asli K.H.Hamim Jazuli, Ploso Kediri itu. Pesantrennya, beliau bilang sendiri, Gang Dolly, orang memanggil bukan Abah pada umumnya di Pesantren tetapi orang-orang Dolly memanggil kemesraan dengan sebutan Papi. Kalau berbicara tidak pernah ditekan, malah model berbisik, selalu didahului nuwun sewu (mohon maaf ya), menunjukkan kesadaran bahwa pendapatnya bukan satu-satunya yang benar, merendah luar biasa.

Tidak pernah pidato, hanya doa-doa, kalau beliau datang ke majlis Mantap semua hadirin tutup, menanti doa itu, Gus Mik juga diam lama banget, ujungnya berbisik lembut: Al-Fatihah. Puluhan ribu hadirin baru bubar setelah seharian suntuk menyimak kalamullah, ditutup beliau dengan Fatihah itu, selesai.

Rokoknya Wismilak, biasa tanpa peci, apalagi udeng2 kayak ban pespaku ini, biasa pakai kaos biasa, jam tangan Rolex, celana jins, tentu alaskaki sandal biasa. Semua Ulama memasang foto beliau di rumah-rumahnya. Dalam khususon arwah, nama beliau disebut setelah ratusan kekasih Allah di-Fatihahi. Suka membagi nasi bungkus dengan jumlah ribuan untuk orang-orang terbuang di kota, lalu bersama mereka tidur dengan alas koran bekas, di emper tokonya temen2 Cina, sampai kesiangan. Tidak pernah mengritik pihak lain, apalagi meremehkan, apalagi memperolok-olok, apalagi, menghina, apalagi menyalahkan, apalagi mebid'ahkan, apalagi mengkhurofatkan, apalagi mentahayulkan, apalagi menyirikkan, apalagi melaknat, apalagi mengkafirkan, apalagi memunafikkan, apalagi, apalagi, apalagi.

Mulut beliau hanya menebar senyum, senyum keikhlasan, ya keikhlasan. Senangnya silaturrahmi, tanpa tepi. Orang sekelas mBah Hamid Pasuruan diminta komentar kepada beliau hanya menjawab: aku belum bisa sekelas Gus Mik. Kalau ditanya soal syariat, selalu selalu mengalihkan hal-hal yang non syar'i, beayanya sebaiknya untuk memasakkan anak-anakmu, menyukupi kebutuhan keluargamu, untuk membahagiakan manusia tanpa batas.

Gus Dur itu manifesta adabnya. Pernah beliau bilang sama Gus Dur, nanti yang mati Kiai Sidiq dulu, lalu Gus Muk, baru Gus Dur, ternyata benar adanya. Kalau punya duit, ia datangi pelacur, beliau tanya berapa pendapatan sehari. Kalau sudah tahu, uang beliau hitung dibagi harian itu pelacur lalu bilang: aku bisa membebaskan dirimu tidak di Dolly sekian hari. Gitu.

Ketika beliau meninggal, seluruh orang--tanpa batas--melayat, kayak Gus Dur itu meninggal, persis. Setiap khoulnya, semua perusahan ambil peran, entah rokok, entah minuman, entah konsumsi, brekat, sampai melimpah ruah. Do'anya aku wiridkan dengan nada menangis lembut : Ya Allah jama'ah nyuwun gesang berkah istiqomah, panjang umur sregep ngibadah, pinaringan pejah khusnul khotimah, Ya Allah Panjenengan dandosi jama'ah niki, lahir batin sarono manah sae lan suci, Ya Allah jama'ah nyuwun langgeng emut Panjenengan, Ya Allah jama'ah nyuwun pinter nyukuri kanikmatan....

Kawan-kawan, aku sendiri kalau pas mendengar jama'ah menjawab: amiiin ya Allah ya rahmanu ya rohim, antal jawadul halim wa anta nikmal mu'in, aku pasti menangis bahagia, ya bahagia tiada tara. Aku merasakan samudra hati beliau, samudra cinta.

Pernah beliau trek-trekkan minuman bir sama seseorang. Orang itu merasa kalah, lalu bertanya kepada Gus Mik dalam landasan dalil-dalil juga: kenapa Kiai kok minum bir yang memabukkan ini, bagi Papi kok tidak mabuk. Gus Mik menjawab--tentu dengan berbisik lembut: aku buang kelaut, kalau kamu punya duit belikan beras saja untuk anak-anakmu. Kenapa aku minum sekian banyak kok tidak mabuk, karena aku buang ke laut untuk mengajarimu cinta, cinta seluas samudra. Ke laut bagaimana--tanya santri Dolly itu. Gus Mik dengan lembut tangannya melambai memanggil orang itu, dengan berbisik --nyuwun sewu-- di telinga orang itu: lihatlah mulutku. Begitu Gus Mik membukakan mulut beliau,dalam pandangan mata hati orang itu kerongkongan beliau ternyata laut itu....

Santri itu sekarang menjadi orang saleh diantara ribuan yang pernah menemukan pengalaman agamawi seperti itu, dari Gus Mik, aku sendiri tidak menangi hidup baliau, tetapi aku temukan jejak-jejak cintanya melalui murid-murid cinta seperti yang aku kisahkan ini, dan menghadiahiku biografi orang tercinta ini....

Aku tangsi orang yang tanpa cinta telah ribuan terusir dari cahaya karena kebencian dihatinya.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar