Sedulur tercinta, kesetiaan sekecil apapun bentuknya akan menghasilkan hasil akhir yang indah--bahasa arabnya khusnul khatimah. Happy ending. Hanya dengan kodak, orang ini setia memotret apa saja yang ada di depan rumahnya, sebagai kesaksian sejarah hidupnya. Orang ini hanya di rumah, tetapi kejadian hidup yang ribuan atau jutaan peristiwa di depan rumahnya ia potret, dengan kodak itu. Dia memotret tidak sekedar mengandalkan alatnya, tetapi dengan hatinya, dengan asumsi nanti yang akan menikmati hasil jepretan itu adalah kekasihnya, siapa saja.
Misal, bunga mekar di pojok ruang, tamu-tamu yang datang, tukang mbarang, pengemis dengan caping krompang, semut-semut bekerja dengan riang, ayam-ayam yang sedang memadu kasih sayang, ayam jago yang penjelajah menantang, kupu-kupu terbang, atau yang menyambangi kembang-kembang, penjual mainan anak-anak berlalu-lalang, luka-luka kemarau panjang, banjir bandang, istrinya minta uang, anak-anaknya makan dengan lauk sembarang dan tak ada yang membangkang, cucu-cucu menjelang, menantu-menantu yang bikin girang, sahabat-sahabat menyambang, tetangga yang kadang meradang, istri yang kadang crewet bukan kepalang, tukang pijet yang bikin meregang-regang, arak-arakan partai silih berganti lambang, jalan depan rumah yang berlubang, sopir dan pengendara ngedumel bukan kepalang, demo-demo menggugat pemerintah yang tak tahu wirang, konvoi budaya yang bikin senang, langit biru terang benderang, malam redup bernuansa gairah menggelinjang, anjing menggongong ditengah sunyi malam bersamaan tangis bayi yang sedang sakit mriang, hijau sawah yang membentang, lalu padi menguning berisik diterpa angin siang, burung-burung terbang, hiasan lazuardi langit dengan bintang tak terbilang, pejabat silih berganti lewat hanya memandang, atau potret diri yang sedang menerawang.
Semua di potret, tidak ada yang tak di jepret. Sehingga, manakala negri itu ditanya sejarahnya, harus datang ke orang ini. Manakala kebijakan negri mau diputuskan harus datang ke pemotret ini untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, baik kebijakan politik, ekonomi, budaya, keagamaan dan pembangunan.
Manusia ini tanpa pamrih, ikhlas memotret. Ternyata, cahaya langit menggerakkan hati sang raja negri itu, ia seorang kaisar, supaya tak hilang dalam sejarah hati rakyatnya, ia datang ke rumah pemotret, minta dijepret dengan kodaknya itu. Betapa senangnya ini pemotret, sang raja datang tanpa diundang, hanya ingin dipotretnya. Ketika sedang menjepret rajanya itu, jarinya gemetaran, sendinya kelu, matanya deras mengalir air mata memata air......
Kawan-kawan, kisah ini aku taburkan menjadi ilham, dari Mas Tanto Mendut, orang nyleneh itu sahabat Cak Nun, dimana dalam ranah hati kita bagai kodak itu, hati kan rumah dalam abstraksi kita dibalik rumah kongkrit ini. Dalam hati ada taman juga yang bisa dipotret dengan mata hati kita. Kalau kita mau memotret semuanya, dalam ranah kesaksian cinta, maknanya ada duri singkirkan, orang sakit dijenguk, ada yang meninggal dilayat, ada yang kehausan dikasih minum, kelaparan dikasih makan, kehujanan dikasih payung, ke ortu berrul walidain, ke guru takdziman watakriman, ke istri suami setia, pada intinya sejantera alam semesta kita sapa, kita potret, dengan cinta.
Mekanismenya adalah, setiap yang kita kerjakan mengandaikan bahwa yang akan menyaksikan adalah kekasih kita. Yakinlah, Sang Maha Raja akan hadir dirumahmu, bisa anda bayangkan kebahagiaanmu...
Selamat Memotret Kawan-kawan....
Senin, 07 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar