Senin, 07 Juni 2010

Bola Cinta

Sedulurku tercinta, lihatlah kepasrahan bola itu, lihatlah, ditendang lalu dikejar, ditendang lalu dikejar--begitu seterusnya--dimana-mana, kapan saja. Aku jadinya tertawa-tawa, lucu sekali kalau menyaksikan sepakbola. Aku saksikan pertunjukan antar suka dan duka, antara tawa dan tangis, antara rojak dan khouf (harapan dan kecemasan)--itulah permainan dunia, gumamku. Sebuah titik keberadaan di alam ini bagiku bagian dari tanjakan--yang simbolik--terhadap kerokhaniyahan, ke Dia itu. Apa pun.
Sebuah bola menghadiahi gemuruh kegembiraan penonton, baik yang langsung di lokasi atau penonton yang dibalik selubung kaca ini. Namun bagi yang kalah dengan mulut terkatup--namun meletup di hatinya--ternyata merasa bukan kami yang berkuasa, bukan. Bukankah dibalik kekalahan sudah menggiring mereka pada titik--Tuhan bermahkota?
Kepasrahan sebuah bola, adalah sebuah misteri cinta. Diriku mengandaikan sebuah bola itu. Ketika hambaNya butuh, aku dikejar, begitu acara usai aku ditendang pulang, menggelinding dalam sunyi. Lalu tertangkap lagi, aku kadang dipermainkan lewat kaki-kakiNya, terus ditendang lagi jauh melesat, dikejar jadi rayahan. Aku pasrah saja. Namun aku melihat kegembiraan pemain, penonton bertepuk tangan gempita seluruh pemirsa. Permainan begitu selesai, aku diletakkan dalam sudut sunyi, tempat aku membaringkan luka-luka. Aku rela setelah membekaskan di hati manusia antara harapan dan kecemasan itu. Andai aku kempes, ternyata mereka pompa lagi, sampai lukaku sempurna dan terus dibuang, aku rela.
Bagiku pembuangan itulah yang aku tunggu, karena belum tentu aku bisa menggelinding sendiri dalam kuburan sunyi itu. Sekiranya aku terbuang demi semua umat manusia, sehingga aku tidak usah menunggu panjangnya penantian kematian. Sekiranya saja aku dapat melimpahkan kepada hatiku semua derita duka yang membebani hati-hati seluruh manusia, agar mereka terlepas dari kesedihan. Sekiranya saja aku dapat membasuh semua dosa manusia, sehingga di hari perhitungan mereka tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Sekiranya saja aku dapat menanggung penderitaan hidup semua manusia di akhirat nanti, sehingga mereka diselamatkan dari api neraka.
Aku cemburu kepada kepasrahan bola itu, atas kerelaan ditendang melulu, tidak ada kemungkinan yang lain. Ada seorang tamu, mengabarkan kepadaku atas penghinaan yang total kepadaku, dengan harapan aku marah dan membalasnya--ia bicara sambil menangis. Aku jawab dengan kelembutan tiada tara--kawanku, aku terimakasih tak terhingga atas kedatanganmu, atas kesehatanmu, teriring doa moga2 semuanya keluargamu sehat, rezekimu barokah, anak2mu shaleh sholekhah.
Terimakasih juga atas khabar darimu dari orang yang menghinaku, itu menurutku cinta dalam bentuk yang lain, kalau sampai tataran musuh, bukan kah musuh itu ada baiknya bagiku. Baik bagaimana--kawan itu meradang. Aku jawab--kalau kata-katanya benar, bukankah itu menjadi obat bagiku sehingga aku bisa memperbaiki citra hidupku, kalau kata-kata itu salah, biarlah kesalahan itu menjadi milik orang itu, aku tidak mau mengejarnya, aku merasa tidak mampu sekuasa dia. Dan alangkah bagusnya dia perhatian kepadaku, ditengah ia punya kesibukan yang banyak, masih sempat berfikir tentang diriku.
Pertama, sampaikan salam kepadanya, ke dua sampaikan ucapan terimakasihku kepadanya atas kado penghinaan ini, dan kapan-kapan aku berharap Tuhan mempertemukan orang--yang di mataku--baik hati itu....
Kawan-kawan, akulah bola itu, ayo tendanglah aku, asal kamu semua bahagia dan hilang kesedihanmu, walau sepakbola itu permainan, mainlah yang sunggu-sungguh, tendanganmu itulah puncak kebahagiaan atas kehadiranku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar