Sedulurku tercinta, rahasianya apa, para Sahabat Allah itu meninggalkan kenyamanan dan kenikmatan dunia yang sesaat dan terus menerus menghidupkan siang dan malam dengan ibadah [ritual dan komunal, mahdhoh dan mu'amalah] berdasarkan waktunya? Dalam hal ini Rumi menulis: derita dan duka yang datangnya dari "Sahabat" melahirkan keterjagaan hatiku, dipuncak derita Dia bermahkota, bersamaNya derita menjadi manis, jauh dariNya kegembiraan menjadi pahit.
Hal ini tidak mengagetkan karena bagi pecinta kepadaNya menjadikan dunia ini "ladang" akhirat, dimana sesungguhnya Dia telah menjadikan dunia ini tunduk kepada manusia [bukan sebaliknya], dimana manusia sebagai hamba-hambaNya tetapi sekaligus hamba-hamba itu sebagai kekasihNya bila didadanya ada penyakit abadi yang bernama "rindu" itu padaNya. Dalam reposisi ini manusia tidak selayaknya menguasai dunia pada setiap aspek dan sudutnya, melainkan sekedar menjadi "batu asah" atas ketajaman cinta kepadaNya dan sekedar menjadikan dunia sebagai tempat tinggal sementara.
Urgensi dunia sebagai "ladang" ini tiada lain adalah tempat untuk menyemai benih-benih kebaikan, yang bibit-bibitnya terambil dari cabang-cabangnya iman--yang berjumlah 70 jenis atau lebih itu. Dari sinilah manusia mengambil perbekalan secukupnya, perbekalan yang akan membawa mereka menuju tempat tinggalnya yang permanen, melintasi surga dan bidadari, karena surga bagi para pecinta kepadaNya adalah kedekatan kepadaNya itu, bagai kedekatan dengan kekasih.
Bagi pecinta, tidak ada kebahagiaan, tiada keselamatan, tiada kemenangan tanpa perjumpa denganNya. Satu-satunya jalan menjumpaiNya adalah menghadapi kematian itu dengan dibalut rasa cinta kepadaNya. Kematian disini bisa dua ranah, kematian nafsu tercela dan kematian fisik dalam rangka bersatunya jiwa dengan Sang Ruh itu. Setelah manusia selalu mengingatnya dengan cara terus menerus berfikir tentangNya, sifat dan af'alNya, bertafakkur ciptaanNya yang menakjubkan, lalu berfikir tidak ada wujud yang lain selain wujudNya, maka manusia akan memperoleh buah kecintaanNya ini.
Perbekalan ini akan membawa manusia sedemikian rupa sehingga ia selamat dari tipudaya dan muslihat dunia--yang urgensinya hanya sebagai batu asah cintanya itu. Jadinya, sejenak manusia di dunia ini bagian dari menempuh perjalanan panjang, setiap tahunnya adalah tempat pemberhentian, setiap detiknya adalah langkah dalam perjalanan ini. Sumber dayanya adalah "waktu", amal ibadah dan taat sebagai "kekayaan"nya, hawa nafsu dan keinginan adalah para penghalang dan perampok dalam perjalanannya, lalu keuntungannya adalah "melihat dan berjumpa" denganNya, di Taman Kebahagiaan.
Kerugiannya adalah "jauh" dariNya, kalau boleh disebut nerakanya adalah jauh dariNya itu. Lagi-lagi bagi pecinta yang menjadi hiasan hidupnya adalah mabuk cinta itu, dengan cara beribadah dengan makna yang seluas-luasnya--kalau menurut Rumi mabuk pelayanan itu. Dan perbekalan yang berasal dari tindakan cinta dengan cara menanam [bagai petani, dengan segala prosesnya sampai panen] dari bibit-bibit iman yang dirinci Kanjeng Nabi, dari menyingkirkan duri di jalan samai kalimah tahlil [Laailaahaillaah], selebihnya adalah asal makruf [perkara yang menurut syari'ar benar] adalah bagian dari sarana dalam mabuk pelayanan itu....
Kawan-kawan, memahami cinta sebenarnya tidak sulit asal memahami rahasianya ini--rahasia Cinta. Kesulitan itu ternyata bersumber dari diri ini yang terselungi oleh hawa sebagai penghalangnya, ia tidak berada di luar, tetapi berada dalam diri ini, ia tidak nampak tetapi bisa membebani sehingga panggilan Cinta demikian berat untuk kita lakukan....
Bagaimana menurut Anda?....
Rabu, 04 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar