Sedulurku tercinta, dalam filosofi warna, merah adalah simbol keberanian dan kesemangatan yang menyala sementara putih adalah simbol kesucian hati dan kebaikan budi pekerti itu. Warna ini menjadi bendera bangsa Indonesia, dimana kemerdekaan yang diperoleh disadari atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, lalu didendangkan Gombloh: merah darahku, putih tulangku, menyatu. Memasuki dunia Jawa adalah memasuki dunia rimba raya simbolik, dimana bagi orang Jawa harus memiliki kekuatan merenung untuk mengetahui dibalik selubung simbol ini semua, wujudnya adalah semesta raya ini.
Watak ini tidak harus orang Jawa yang memilikinya, tetapi dimiliki juga oleh semua manusia, dimana kekuatan merenung ini bagian dari "ilmu hayat" atau "ilmu hidup"--orang Jawa bilang "ilmu teles"[basah] itu. Ilmu "teles" ini menghasilkan kesegaran jiwa-jiwa karena dipethik dari kesegaran perubahan yang abadi, dan terus menerus sehingga menuntut setiap orang untuk terjaga hatinya mengamati siklus jantera alam semesta.
Sementara pada sisi yang lain ada ilmu "garing" [kering], dimana ilmu ini bersumber dari teks kitab atau buku yang mana kata-kata itu adalah bayangan jiwa dan jiwa itu bersumber dari Dia itu juga. Pada galibnya kedua ilmu ini disebut "kauniyah" dan "qauliyah" itu. Terlepas dari heterogenitas makna, maka berkaitan dengan merah putih ini, ada tradisi "slametan" membikin bubur merah putih di dunia Jawa atau bubur "abang putih" di bulan Muharram atau bulan "Syuro"--terambil dari kata asyura[tanggal 10] bulan Muharram. Pada tanggal sepuluh ini, menurut titian sejarah terjadi peristiwa-peristiwa tragis yang dialami para kekasih Allah itu, diantaranya adalah: Ibrahim dibakar Namrut, Musa dikejar-kejar Fir'aun, Nuh menghadapi badai topan, Ayyub menghadapi problem amat berat dalam perjuangannya, Kanjeng Nabi terusir dari tanah kelahirannya dan hijrah ke Medinah, dan Sayyina Hussein terbunuh di Karbala oleh pemerintahan Yazid bin Abu Sofyan itu.
Dalam dunia teks memang tidak ada yang mengajarkan tentang simbol membikin bubur merah putih itu, tetapi dalam dunia hati dengan kerjanya yang "mengenang" itu maka akan nampaklah kehadiran peristiwa yang menyayat hati, demi kebenaran dan cinta yang suci itu, manakala melihat merah putih itu. Cinta selalu melintasi batas sekedar peraturan, tetapi meningkat pada dataran moralitas, dimana puncaknya adalah rasa malu bila melakukan sesuatu yang bersifat kegembiraan, sementara pada saat yang sama hadir di hatinya peristiwa yang menyayat hati manusia itu.
Misalnya, apa tega bila perut ini kenyang sementara tetangga sebelah kelaparan, apa tega membangun rumah yang mewah di tengah kekumuhan hunian sekelilingnya, apa tega di tengah saudara sakit gigi lalu bernyanyi-nyanyi, apa tega di tengan kita mengenang derita yang tak terperikan para kekasih Allah itu lalu kita melakukan kegiatan yang menunjukkan berlawanan dengan keadaan-keadaan beliau itu, apa tega kita melakukan pesta di tengah mengenang derita--misalnya--Sayyidina Husein yang ditengah kehausan dan kelaparan beserta keluarganya lalu dibantai oleh Yazid, dengan dipenggal kepalanya itu, kemudian dijadikan bola tendang di kaki-kaki tak berperikemanusiaan itu, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega, apa tega....
Kawan-kawan, ambillah hari atau bulan yang lain, carilah hari atau bulan yang lain, hadirkan darah merah yang muncrat dari leher kekasihNya itu, hadirkan kepala yang dijadikan bola para kuasa yang di dadanya tak ada cinta itu, kenanglah putih tulang para kekasihNya yang tegak karena cinta itu, merah putih Cinta berkibar tidak hanya pada lembaran kain itu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hartimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, berkibarlah di hatimu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu, wujudkan dalam tindakanmu: merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu, merah putih Cinta itu....
Minggu, 08 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar