Rabu, 04 Mei 2011

Harian Cinta

Sedulurku tercinta, suatu kenyataan yang pahit bagi sebuah peradaban, dimana manusia ditengah sarana canggih teknologi yang semakin mempermudahkan cara memenuhi kebutuhannya, ujungnya malah mengalami tragedi ketidak bahagiaan hidup--yakni keterasingan itu. Kalau demikian, kemodernan dengan dasar fisafat empirisme mengantarkan manusia pada level peradaban benda semata yang sangat indrawi, dan sedikit agak kedalam dengan dasar filsafat rasionalisme, yang ternyata mencebak peradaban pada bebas nilai, lalu meneteslah tragedi sejarah dengan apa yang disebut dekadensi moral ini--kebejatan hidup.

Sekilas watak keliaran ini sangat menyenangkan--terutama bagi hawa tercela--tetapi dalam pandangan hati nurani ternyata sangat bertolak belakang, malah lebih terangnya sangat memalukan. Dengan tanpa malu ini manusia bergerak sesuka hati tanpa memperhitungkan aspek sosialnya, malah ujungnya menghsilkan gejolak sosial itu, dimana kebahagian dan ketrentaman manusia tercerabut dari hidupnya, musnahlah sudah kedamaian manusia.

Boleh kita runut kenyataannya: dunia diwarnai pertentangan politik dan ekonomi yang berefek pada gejolak negara-negara, kemudian negara diwarnai persoalan yang sama lalu berefek pada keluarga-keluarga yang tidak harmonis, keluarga yang demikian melahirkan jiwa-jiwa yang tidak tenteram, jiwa yang demikian akan berujung pada diri-diri manusia yang penuh ketegangan, ketegangan-ketegangan inilah yang menjadi sebab ketidakbahagiaan manusia.

Asalnya bersumber dari kebutuhan yang meningkat, misalnya baju tak sekedar menutupi aurat tetapi mengejar mode, misalnya lagi rumah tak sekedar tempat hunian tetapi mengejar bentuk, dan seterusnya yang berujung pada adanya pembiayaan yang tinggi. Pembiayaan tinggi ini membentuk karakter manusia jadi sangat egois dan individualistis, yang berujung ada putusnya tali sosial masyarakat semacam kehancuran keluarga-keluarga.

Dalam watak egoistis ini melahirkan persaingan-persaingan yang tidak sehat dalam masyarakat dan bangsa. Persaingan inilah yang mengkristalkan ketegangan dengan bukti jauhnya manusia dengan kebahagiaan hidup itu--tensinya naik. Bagi yang kuwat tak ada masalah [no what-what, hehe], bagi yang tidak kuwat maka akan muncul banyaknya manusia yang masuk rumah sakit jiwa [menjadi lholak-lholok] itu.

Bermula dari tercerabutnya rasa malu, maka hal ini menjadikan ketercerabutan iman dalam dada manusia, karena iman itu sumbernya adalah rasa malu itu. Ketika iman tercerabut, maka manusia akan kehilangan Harta Karun yang diselipkan Tuhan di sudut hatinya, dan hilangnya Harta Karun itu berarti hilangnya Cinta yang ada di dada ini, begitu. Bagiku, hari-hari dengan keadaan seperti itu bagian dari kesalahan manusia yang mengotori kesucian alam yang selalu bertasbih ini dengan caranya masing-masing. Kotoran-kotoran itu dikembalikan kepada yang mengotori.

Hari-hari demikian bagiku hanya mengemuka di media saja, sementara di dataran realitas hidup aku masih [bahkan selalu] melihat harmoni-harmoni yang amat sangat menggembirakan ini. Mereka memiliki harian Cinta, dimana mereka-mereka hidup menyongsong Subuh dengan takbir dan sholatnya, usai Subuhan sampai menjelang dhuhur memeras keringat dengan ujung "nawaitu" untuk menghidupi keluarganya, dari duhur sampai Ashar larut dalam kesibukan lagi dengan berbagai bentuknya, dari Ashar hingga Maghrib menyongsong senja dengan cengkerama keluarga, dari Maghrib hingga Isya' mnghiasi rumah-rumah mereka dengan shalat dan bacaan Qur'an dan mencahayai dengan shalat dan bacaan Qur'an, dari Isya' hingga menjelang ke pembaringan tubuh untuk tidur masih saja diisi dengan keasyikan-keasyikan yang menggembirakan baik diri, keluarga dan masyarakat....

Kawan-kawan, lihatlah kesaksian-kesaksian Cinta bukan pada berita di media, cermatilah harian-harian pecinta melaui pengamatan langsung kehidupan mereka, bahkan sesulit apapun perjuanganmu, temukan manusia-manusia tulen itu, tanpa bersandar kepada negara, tanpa bersandar pada ormas atau parpol, tetapi mereka bersandar kepasa Sang Misteri, sehingga mereka bisa mencercap CintaNya melalui lintasan suka duka CintaNya ini....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar