Rabu, 04 Mei 2011

Kehendak Cinta

Sedulurku tercinta, aku lahir pada hari yang diluar kehendakku--Senin Kliwon, pada tanggal bulan dan tahun yang bukan kehendakku [17 Mei 1963], juga detik yang bukan kehendakku [pagi, malam, siang], termasuk tempat dimananya itu juga bukan kehendakku [Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Purwodadi Jawa Tengah Indonesia]. Termasuk nama yang aku miliki ini juga bukan kehendakku, Budi Harjono [andai kata itu dari orang tua, lalu siapa yang berkehendak terhadap krenteg kata-kata, padahal kata adalah bayangan jiwa, lha jiwa darimana?].

Kemudian aku lahir dari Ibu Hajjah Rukanah juga bukan kehendakku, aku berayah Bapak Soetikno juga bukan kekendakku. Aku menjadi orang Jawa juga bukan kehendakku, aku berbangsa Indonesia juga bukan kehendakku, aku hadir di dunia juga bukan kehendakku. Lalu aku amati lebih detail: hidungku pesek juga bukan kehendakku, bentuk tubuhku bulat juga bukan kehendakku, kulitku hitam kecoklatan juga bukan kehendakku, sampai kepada keadaan-keadaan yang aku terima juga bukan kehendakku [kalau menuruti kehendak banyak yang tidak ideal].

Sekeping kesadaran ini bisa aku renungkankan saat berada dilereng Merapi itu, bejibun pertanyaan tentang kehendak itu: siapa yang berkehendak mereka lahir di sini, dari orang tua di lereng ini, termasuk meletusnya Gunung Merapi ini? Kemudian aku malam tadi mengisi pengajian di pesisir pantai Semarang yang terkenal kena rob, juga merenung dengan mendalam: kehendak siapa semua ini bisa terjadi, walau keadaan mereka juga sangat-sangat menderita karena rumah mereka tergenang rob yang datang dan pergi begitu saja, bukan kehendak mereka.

Hal ini bisa kita kembangkan: kehendak siapa gempa datang tanpa diundang, kehendak siapa itu tsunami menerjang daratan dengan tanpa peduli jerit pilu, kehendak siap itu angin topan tambah angin puting beliung memporak-porandakan pemukiman dan taman-taman kehidupan, kehendak siapa itu kecelakaan-kecelakaan terjadi di belahan bumi dengan momentum yang tak bisa dihindari, kehendak siapa itu kapal tenggelam atau terbakar di lautan, kehendak siapa itu, kehendak siapa itu, kehendak siapa itu.

Peristiwa-peristiwa terjadi didepan mata kita banyak yang sebenarnya bukan kehendak kita: pas jajan di kaki lima tahu-tahu pengamen dan pengemis datang menjelang, jagong bersama keluarga tahu-tahu ada cicak jatuh di pangkuan kita, ada tamu-tamu menghampiri rumah kita. Buang air besar, kencing, menguap kalau dicermati juga bukan kehendak kita. Adanya semesta juga bukan kehendak kita, adanya setan juga bukan kehendak kita, adanya, adanya, adanya, adanya, adanya--hakekatnya bukan kehendak kita.

Dengan ini aku musti akan diberondong pertanyaan: kehendak siapa itu pembunuhan, kehendak siapa itu pencabulan, kehendak siapa itu pencurian, kehendak siapa itu perampokan, kehendak siapa itu korupsi, kehendak siapa itu iri dengki, kehendak siapa itu kesombongan, kehendak siapa itu penipuan, kehendak siapa itu nepotisme, kehendak siapa itu kolusi, kehendak siapa itu penghinaan, kehendak siapa itu olok-olok, kehendak siapa itu pamer, kehendak siapa itu membanggakan diri, kehendak siapa itu ketidakpedulian, kehendak siapa itu bejibun kejelekan yang tersebar dimana-mana....

Kawan-kawan, ketika orang geger atas munculnya pertanyaan, maka reposisinya bagai Nabi Musa yang selalu menanyakan kepada Nabi Khidzir itu: kenapa bayi dibunuh, kenapa kapal di rusak, kenapa rumah roboh ditegakkan, kenapa, kenapa, kenapa, kenapa. Memahami sebuah kejadian dari sudut pandang ini bisa dirunut dari tiga dimensi waktu itu: masa lalu, sekarang dan masa mendatang. Siapa yang diantara kita mengetahui secara lengkap dari kemenyeluruhan diri kita ini, apa lagi mengetahui kemenyeluruhan dari hidup seseorang.

Makanya Nabi Musa pun tak memahami kenapa orang tua yang tak tahu menahu soal harta rampokan yang diambil pemiliknya sendiri--saat perampok itu mabuk, lalu orang tua dibunuh oleh perampok itu, hal ini dijawab oleh Allah: Hai Musa, orang tua ini dulu pernah membunuh orang tua dari anak yang mengambil hartanya sendiri ini. Dari sini aku yakin bahwa, hakim dunia--atau siapa pun lah-- yang tidak beres, disamping mereka akan dihisab oleh Allah--dengan caraNya sendiri, siapa pun yang melakukan ketidakbaikan juga akan dihisab dengan kehendak CintaNya, Sendiri....

Ampuni Ya Rabb....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar