Sedulurku tercinta, maafkanlah aku bila sering mengisahkan sesuatu, sepertinya mengajakmu menangis, bagi orang yang sulit menangis aku pandang: alangkah kuat hatimu, dibalik itu aku selalu merasakan kelembutan hatimu. Kanjeng Nabi saw menyatakan bahwa siapa yang menangis tetapi tidak keluar air matanya, baginya surga. Aku belum pernah melihat Cak Nun menangis, tetapi dengarkanlah suaranya itu, tutur katanya itu, shalawatannya itu, bagiku beliau menangis dalam bentuk yang lain--tidak keluar air mata.
Aku ini orang yang sangat lemah, membaca tulisanmu di facebook, aku menangis karena di balik dunia maya, aku membayangkan sangat terang di cermin hatiku: dirimu sehat, keluargamu aman, senyummu mengembang. Aku sangat-sangat bahagia, lalu aku menjawabmu walau kau tidak melihatku, mengetik tulisan sambil meleleh air mataku. Aku bahagia, atas kesehatanmu kawan, ya aku bahagia, bahagia sekali.
Aku tidak tahu, kalau berusaha menangis itu dianjurkan Kanjeng Nabi saw bisa melembutkan hati, aku tidak tahu kalau Allah menyatakan bahwa orang-orang soleh itu bila dibacakan ayat-yatNya, mereka rebah bersujud dan menangis. Aku tidak tahu kalau Abu Dzarr dan para sahabatnya bilang bahwa jika orang mampu menangis, menangislah, jika tidak rasakanlah dalam hati akan kesedihan, berusahalah untuk menangis, karena hati yang keras jauh dari Allah.
Aku tidak tahu kalau orang-orang shaleh itu disebut Allah bahwa mereka melihat pesona tanda-tandaNya,mereka merebahkan diri atas muka mereka sambil menangis dan bertambahlah kekhusyuan mereka. Aku tidak peduli kalau orang bilang aku ini cengeng dan gampang tidak berdaya, lalu membid'ahkanku. Aku rela. Aku juga tidak peduli kalau ada orang yang memuji, bahwa aku menangis itu tanda dari kelembutan hati. Kalau aku dipandang riya', aku pun juga rela, karena aku secara jujur belum mencapai kekhusyuan itu, aku masih riya', ya aku masih riya', maafkanlah aku kawan.
Sekuat Kanjeng Nabi saw, ketika mendengar ayat-ayat dibacakan, beliau menangis sesengguan, apalagi selemah aku ini kawan, aku bisa berteriak, menjerit dan bergetar hatiku. Makanya ketika aku mendengar orang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an, aku menangis: hatiku ada suara, bukankah ayat-ayat ini pernah diucapkan oleh kekasih Allah, kini terdengar di telingamu, lalu Kanjeng Nabi saw serasa ada depan mataku, aku menangis tetapi menangis bahagia.
Ketika aku menimang bayi anak-anakku ada suara di hatiku: semua bersumber dari cahaya Muhammad, bukankah Muhammad telah hadir di rumahmu, lalu aku seperti disuruh menyambutnya: ya Nabi salam 'alaika, ya rasul salam 'alaika, aku menangis, kata-kataku hilang, diganti air mata. Ketika aku berdampingan dengan istri saat temantenan, ada suara yang sama di hatiku: bukankah engkau sedang berdampingan dengan Nabi itu dalam wujud istri, yang bersumber dari cahaya Muhammad itu, aku menangis dengan tingkat kesyukuran tiada tara. Apalagi kalau aku melihat tragedi kemanusiaan, aku menangis.
Andai aku mendengar khabar dirimu sakit kawan, aku menangis dengan harapan penuh: Ya Allah sembuhkanlah kawanku itu, sembuhkanlah, sembuhkanlah, ya Robb. Aku menghindari gelak tawa di televisi, kita menyewa orang untuk bisa tertawa. Apakah kualitas ruhani kita muncul, harus dihadirkan tragedi-tragedi itu: jangan Ya Allah--bisik dalam hatiku, aku yakin mereka semua tidak kuat, tidak kuat. Maka Nabi saw menangis ketika melihat tangannya pemecah batu itu, melepuh demi mata pencahariannya, halal, lalu Kanjeng Nabi saw mencium tangan yang melepuh itu....
Kawan-kawan, anggaplah aku cengeng saja ya, aku menangis biar peka terhadap penderitaan orang-orang kecil, aku menangis dalam shalat-sholatku--bukan karena khusyuk--betapa kekhusyu'an ini sulit bagiku ya Allah, malah dalam pengajian maiyahan pagi di rumah, aku tidak pidato apa-apa, aku nasehati masyarakat sekitarku dengan air mataku. Jangankan sejauh itu kawan, engkau menyapaku saja walau lewat dunia maya ini, aku menangis, hatiku menjerit menyongsongmu: aku punya saudara kamu, aku punya saudara kamu, aku punya saudara kamu, aku punya saudara kamu, aku punya saudara kamu....
Aku bahagia!!!!
Sabtu, 03 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar