Sabtu, 24 Juli 2010

Do'a Cinta

Sedulurku tercinta, ketika aku berdo'a untukmu semua terasa olehku, aku meniti puncak seluruh ibadahku, karena Kanjeng Nabi menyatakan seperti itu: do'a itu inti atau otaknya ibadah. Dalam ranah Tauhid bisa dilihat peristiwa Ibrahim tidak mau berdo'a, beliau menyatakan: Dia tahu akan diriku. Tetapi Kanjeng Nabi sendiri itu orang yang abadi dalam permohonan kepadaNya (langgeng penyuwune dateng Gusti).

Aku menyadari, sesuatu telah tertulis dalam takdir abadi, namun dalam hubungan kekasih dengan Kekasih, do'a melahirkan kemesraan kepadaNya yang luar biasa, aku sedemikian manja dalam keintiman itu. Aku merasa dalam do'a itu bagian dari dambaan perjumpaan, dibalik kelelahan larinya hatiku kepadaNya. Aku pandang Dia dengan mata hatiku, bahagia sekali: mengejar, mengenal, melihat dan mendekat kepadaNYa.

Aku pada posisi itu tidak melihat siapapun, kecuali Dia. Pada detik yang sama, sepertinya Dia menunjukkan semua milikNya, seraya memerintahkan: sapalah semuanya tidak sekedar kata tetapi dengan sepenuh hati melayani. Do'a dalam ranah kongkrit bisa berwujud krenteg atau bahasa, namun dalam ranah abstrak: bergelepotan dengan pelayanan--karena Dia itu. Do'a seperti ini aku pahami dengan resiko: hilangnya diriku, aku tidak ada.

Ya, kalau boleh aku menjerit, memekik: aku tidak ada!!! Kesadaran ini menjadikan tenaga tak bertepi, melintasi ruang dan waktu. Begitu melihat semua milikNya, ada dua suasana: suka dan duka. Bagi yang dirundung suka dalam bentuk apa saja aku ikut merasakan bahagia, aku tersenyum sampai meneteskan air mata--kebahagiaan tiada tara. Namun bagi yang sedang--malah kadang2--dirundung duka cita, aku larut dalam tangis mereka dengan merasa tidak tega, yang aku usahakan bagimana cara membebaskan derita itu.

Sekiranya aku dapat mati demi semua umat manusia sehinga aku tidak perlu lagi menunggu kematian. Sekiranya saja aku dapat membasuh semua dosa manusia, sehinga di Hari Pembalasan mereka tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Sekiranya saja aku dapat menanggung penderitaan hidup semua manusia di dunia dan di akhirat nanti, sehingga mereka bahagia dan diselamatkan dari api neraka. Inilah jeritanku ketika aku berdo'a: sekiranya aku melimpahkan kepada hatiku, semua derita dan duka yang membebani hati-hati manusia, agar mereka terlepas dari kesedihan.

Aku sebenarnya hanya menguasahi sedikit dari sedikitnya ilmu, namun aku butuh untuk mengalami semua ini. Sehingga--ketahuilah kawan--dalam keintiman denganNya dalam alam benda ini tidak dapat aku usung, kecuali pada apapun aku benturkan diriku kepada pelayanan ini--menjadi Cahaya. Aku sambung bagi siapa saja yang memutuskan dengan diriku, aku sapa siapa saja yang mendiamkanku, aku maafkan kesalahan siapa saja sebelum meminta maaf kepadaku, aku singkirkan duri supaya tidak mengenahi kaki saudara, aku datangi walau mereka tidak mengundangnya, aku jenguk sakit mereka, aku, aku, aku, aku, aku.

Aku berikan apa saja yang paling aku senangi kepada mereka, karena mereka dalam hidupku bukan orang lain, mereka semua milikNya, milikNya, milikNya. Tidak ada yang hilang dalam hidupku, karena aku tidak punya apa-apa, apalagi hakekatnya aku tidak ada itu. Kegigihanku ini toh hanya sementara waktu, ya hanya sementara waktu, sebagai obat rindu kawan, aku butuh kamu semua sebagai raja dalam hatiku, kesementaraan ini hanya lintasan pelayanan, kalau kawan semua tersenyum--aku lihat Dia tersenyum.

Disinilah aku pada ujungnya menjadi pengemis profesianal, aku mulai meminta-minta kepada Dia dengan do'a-do'a seperti itu, kata dan tindakan nyata. Do'a tidak lagi lidah dan hati, tetapi aku berusaha seluruh tubuh ini menjadi ungkapan do'a, kalau kita mau rukun bersama dengan tindakan kemuliaan kemanusiaan dan tidak tersekat oleh kepentingan ego, maka semesta ini menjadi ungkapan do'a melangit tak bertepi itu. Kalau pas aku tidak punya apa-apa, akan aku jual serbanku, akan aku jual jubahku, akan aku hutangkan dengan tanggunganku, akan aku gadaikan gelang kalung istriku….

Kawan-kawan, ada yang bertanya kepadaku--termasuk anak istriku: apa maksudmu dengan semuanya ini? Aku menjawab dengan berbisik d itelinga mereka: maafkan aku, lihatlah aku, jangan tanyakan tentangku….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar