Sabtu, 24 Juli 2010

Depak Cinta

Sedulurku tercinta, dalam menyeru kepada Tuhan, aku selalu menekankan untuk tidak memandang diriku. Siapa pun yang mengarah kepada ketergantungan kepadaku--apalagi sampai taraf penyembahan--termasuk kepada orang lain, pasti aku akan lari menghindar--soalnya aku sendiri merasa tidak ada. Aku matikan diriku sebelum kematian yang ditakuti banyak orang itu.

Hal ini sudah ada pelatihannya, yakni manakala aku tidur itu. Kanjeng Nabi mengabarkan: Tidur itu saudaranya mati. Kenyataannya demikian, seluruh komponen jasadiyah mati: mata, telinga, hidung dan sebagainya tidak berfungsi. Pada sisi yang lain beliau juga menyatakan: Matilah kamu sebelum mati. Tetapi dalam tidur Ruh itu wujud, dengan bukti bisa memandang peristiwa dalam mimpi.

Membebaskan diri dalam penyembahan-penyembahan selain Dia itu amat sangat sulitnya, yang paling mudah adalah menarik orang lain kepada diri itu demi tujuan pribadi atau pamer keajaiban dalam rangka--maaf--menambah penghasilan penghidupan untuk diri mereka sendiri--termasuk bisa dikenal dunia itu.

Pada posisi ini, aku merelakan kecaman, hinaan, olok-olokan--walau aku tidak melihat--mereka menyilangkan telunjuk di dahinya (yang menghitam karena sujud): Kiai Budi itu edan (gila), termasuk sms terakhir pada saat aku mengisi pengajian di Ceweng Bojonegoro, kiai Budi itu kiai Celeng. Mereka--yang aku rengkuh sebagai saudara dalam ranah Tauhid--mengatakan prilakuku bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Aku menikmati musik, karena menurutnya merangsang nafsu. Aku sering bersama-sama orang yang non Muslim--misalnya mendatangi acara kebersamaan di gereja Pringgading itu. Aku dikira merusak citra Kiai, bahkan citra Islam.

Semua dinilai mendakwahkan keburukan, alasannya setiap Muslim harus menjadi saksi dihadapan manusia tentang kebenaran Islam. Aku rela atas semuanya ini, karena apa yang mereka katakan adalah benar adanya--menurut mata mereka. Aku melihatnya agak lain, pada saat orang nampak kelebihannya dalam tataran tertentu, orang lalu memuliakannya, menjadikan panutannya, dan menyebarkan kemuliaannya--dikenal dunia, menjadi bintang.

Ternyata orang semacam ini bisa lupa kepada aibnya sendiri. Ancaman terbesar muncul dalam dirinya, hidupnya akan terpengaruh oleh penilaian banyak orang itu. Kerelaanku dihina, diremehkan, diperolok itu sederhana: aku merasa banyak kekurangan yang ada di dalam diriku ini. Orang banyak yang mengecam semacam itu dalam ranah yang ia lihat secara lahir, sementara aku sendiri mengecam apa yang aku ketahui di batin aku sendiri. Sekarang, hidupku tidak sendiri: ada istri, ada anak-anak, termasuk anak-anak santri, ada saudara-saudara, ada teman-teman semua.

Langkah awalku untuk mengucurkan misteri ini, tentu kepada anak-anakku. Rumah Cinta ini bisa disebut lintasan mereka semua--termasuk aku--dimana mereka aku latih sejak dini hatinya tercurah kepada Dia semata. Istilah kasarnya anak-anakku--maafkan aku Nak--aku depak dengan depak Cinta. Sejak anakku masih usia TK, empat sekaligus aku pesantrenkan di Al-Husein Krakitan Magelang, selama tiga tahun. Pernah aku dan istriku menjenguk dibalik jeruji asrama mereka, aku lihat mereka berjalan sambil sarungan dengan terseok, aku bersalaman dengan mereka dibalik jeruji itu, aku lihat sekujur tubuh mereka kena gudik (borok), mereka tetap tersenyum semuanya, air mataku meleleh bahagia: kuatkah nak engkau di sini? Mereka mengangguk sambil tersenyum.

Selepas di Krakitan aku depak lagi ke Al-Asy'ari Ceweng itu sebanyak lima sekaligus, ada yang aku depak ke pesantren Kudus dua anak. Saat liburan, aku pernah didamprat sama anaku, sambil dia menangis meraung-raung karena aku tidak membangunkannya untuk sembahyang malam: maafkan aku Nak--aku merajuk--maafkan aku. Sampai pada istriku, kalau memang dia merasakan ketidak relaan dalam perjalanan hidupku, aku persilahkan untuk menggugat, atau mendepak diriku atas ketidakberesan hidupku….

Kawan-kawan, istriku lantas memegang tanganku seraya mengatakan: tidak mas, aku ikuti perjalanan bersama ini, menuju Allah bersamamu dan anak-anak ini. Lagi-lagi aku menagis bahagia seraya mengecup bibirnya, serasa mengecup bibirNya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar