Sedulurku tercinta, ketika Cak Nun dan Kiai Kanjeng melayani masyarakat di dekat Pesantrenku, pada dini hari beliau dan rombongan Kiai Kanjeng menyempatkan mampir. Aku gelarkan tikar di aula Pesantren, semua duduk melingkar, bersama sedulur Gambang Syafaat Semarang. Aku merasakan Cak Nun mengamati suasana, kemudian bertanya kepada semua yang hadir: apakan temen-temen tahu mengapa Kiai Budi menata struktur bangunan sederhana ini? Semua mengamati bentuk sambil bersila, tetapi tidak ada yang komentar, lalu Cak Nun menjawabnya sendiri: rumah dan bangunan Pesantren ini nuansanya Rumah Cinta.
Inilah sebenarnya titik momentum--yang diizinkan Allah--di mana aku sejak membaca puisi beliau judulnya Rumah Cinta, nuansanya aku sesuaikan dengan puisi beliau itu, ternyata yang memahkotai beliau sendiri--Rumah Cinta. Rumah dalam pandanganku ada dua, yakni rumah konkrit dan rumah abstrak. Rumah konkrit tentu bahannya terbuat dari batu, kayu dan lain sebagainya, serupa dengan tampilan rumah pada umumnya, tetapi bila direnungkan secara mendalam ternyata bangunan fisik pun memiliki makna penuh misteri. Halaman, beranda, ruang, pintu, jendela, kamar, atap serta wuwung (puncak rumah), semua memiliki makna yang mendalam.
Sementara rumah abstrak membangunnya dengan cahaya, sehingga rumah tidak hanya sekedar untuk menghitung uang, kumpul suami istri dan sebagainya yang bersifat kebendaan, tetapi diisi dengan kegiatan yang bersifat kemesraan dalam pengabdian-pengabdian. Makanya Kanjeng Nabi saw menyarankan: cahayailah rumahmu dengan shalat dan bacaan Qur'an, hiasilah rumahmu dengan shalat dan bacaan Qur'an. Hal ini menunjukkan bahwa di rumah inilah penerangan, pencerahan, kedamaian, kerukunan dan kebahagiaan itu berasal.
Dalam rumah cahaya, kita beri kebebasan atas kehadiran tanpa sekat-sekat perbedaan dengan cara memuliakan tamu-tamu itu. Di sinilah rumah akan nampak sebagai wajah kita, yang Cak Nun sebut Rumah Cinta itu. Ketika orang mengisi rumah dengan marah dan kebencian akan membentuk wajah suasana juga, yang berbeda dengan rumah yang diisi dengan kasih sayang dan cinta, serta saling memaafkan.
Rumah Cinta ini aku hiasi juga dengan cahaya: tempat untuk mengaji, tempat bersujud sebagai puncak rasa syukur, bercengkrama dengan siapa saja dalam ranah silaturrahmi, tanpa batas sekat kehidupan: partainya apa, ormasnya apa, warga negara mana, sampai pada agamanya apa. Rumput aku beri ruang tumbuh sebagai taman, burung-burung berdatangan di atas pohon sebelah rumah bernyanyi tentang cinta, anak-anakku bersama anak-anak kampung bermain bersama, ada ikan-ikan kegirangan di kolam, bunga mekar di sudut ruang halaman menebar wangi, ada dentang musik orkresta menggema, istri tersenyum--senyum rahasia.
Gambaran taman itu, merupakan taman hati juga, taman surgawi juga yang dihadirkan Tuhan di bumi. Gambaran yang lebih jelas tentu seperti yang ditulis Cak Nun dalam puisinya itu, Rumah Cinta. Sekarang aku persiapkan ruang-ruang penginapan sederhana untuk membaringkan kelelahan, bila kawan-kawan mampir ke Rumah Cinta ini, syukur dengan seluruh keluargamu, kan keluargaku juga....
Kawan-kawan, aku songsong dalam kehadiranmu ke Rumah Cinta ini, selamat datang, ini bukan rumahku, tetapi rumahmu juga. Biar sampai aku tulis alamatnya lengkap: Rumah Cinta, Komplek Pondok Pesantren Al-Ishlah, Jl.Ngumpulsari I No.11 RT O2 RW IV Kelurahan Bulusan, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.
Nomor Hp: 08122570032, 081390832007. Selamat datang, selamat datang, selamat datang: kami menunggumu....
Sabtu, 03 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAslmlkm
BalasHapusYai budi, ceramah panjenengan dkk bermanfaat sekali bagi pekerja di korea
Jos
BalasHapus👍👍👍
BalasHapusMinta Nomor HP Kyai Budi Harjono
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNo HP yang bisa dihubungi untuk mendatangkan yai Budi, No brp
BalasHapus