Sedulurku tercinta, aku sangat mendukung musik dan tarian sebagai salah satu metode untuk melatih spiritual. Seandainya ada larangan musik--setahuku--itu tidak mengikat, artinya banyak ahli fikih yang secara spesifik meperbolehkan musik bagi orang-orang yang memiliki cukup kekuatan untuk mengendalikan diri. Kalau ada yang melarang itu hanya semacam kekhawatiran kalau musik hanya dinikmati secara indera yang lepas kontrol--mengumbar syahwat. Tetapi kalau musik dinikmati dengan hening, dalam kondisi fokus (khusyu') dan jauh dari keadaan yang tidak menyenangkan--misalnya dalam keadaan tidak lapar, sakit,atau jiwa yang ragu--musik dapat mempengaruhi bertambah kuatnya memahami keindahan Ilahi robbi.
Inilah yang bisa kita sebut Musik Cinta, karena apa saja sebenarnya di semesta ini bisa menjadi isyarat jiwa dan perantara jiwa untuk memahami keindahan Ilahi itu. Efek ini bisa menjadi tambah kuat melalui bentuk tarian, karena gerakan tubuh yang berulang-ulang--khususnya yang memutar-mutar itu--bisa menyerupai gerakan putaran semesta, pengaruhnya terhadap tubuh dan jiwa bisa naik ke awang-awang--bagai mi'raj itu.
Hal ini bisa terjadi karena keindahan dari benda-benda duniawi selaras dengan keindahan Ilahi, karena keindahan dan keadilan di alam ini, merefleksikan ketauhidan Tuhan, Allah itu. Karena itu tidak aneh kalau orang melihat wajah yang rupawan, bau parfum yang sangat wangi, dan suara indah dan merdu dapat mendorong seseorang untuk mempersepsikan keindahan Tuhan dan dengan cara demikian akan menjadikan manusia terbebas melampaui pembatas-pembatas jiwanya.
Gambaran ini sama dengan ayat-ayat yang disampaikan para Nabi yang tiada bandingannya untuk membangkitkan gairah imajinasi dari orang-orang yang--maaf--bebal. Bila demikian, dari melampaui batas-batas jiwanya itu orang dapat terbebas dari dominasinya dan beralih pada kepatuhan dan keyakinan atau iman itu.
Coba dengarkanlah orkrestanya Beethoven, orkestranya Ummi Kultsum, orkestranya Kiai Kanjeng Cak Nun itu, atau apa saja musik kesukaanmu, maka di situ kita akan merasakan keagungan Tuhan dengan keadaan yang sesuai penggapaian jiwa terhadap keindahan Ilahi itu. Andai seburuk apapun musik--aku terharu--bagi Gus Mik melihat bahwa musik sedemikian saja dan dengan tarian yang sensual itu, tetap menjadi tanda-tanda (jelas memberhala--maaf), dan dido'akan: Ya Allah, orang-orang ini melihat dan mendengar demikian saja sudah mabuk kepayang, bimbinglah hatinya untuk menanjak memandangMu, tentu mereka akan mengalami jutaan kali kemabukan atas pasona keindahan MU itu.
Sebagaimana Rumi, yang mendengar ketukan tukang pande besi yang demikian saja, di telinga orang pukulan besi itu berbunyi: dang, deng, dong, dang, deng, dong, tetapi di hati Rumi bunyi pukulan besi itu menjadi musik cinta: hu, hu, hu, hu, Dia, Dia, Dia, Dia. Dalam seribu kemabukan Rumi, menari bagai tarian semesta pada porosnya, sampai kakinya bisa terangkat satu meter dari atas tanah, bagai gasing itu. Dan sampai hari ini tidak ada satupun yang sudah belajar tari Darwis ini puluhan tahun, bisa menyamai Rumi menari itu, walau 4000 penari datang saat khulnya itu, tak satupun bisa....
Kawan-kawan, bagaimana diri kita kala mendengar musik alam: burung menyanyi, deru gelombang lautan, angin mendesir pada gesekan daun bambu, tetesan air hujan dari atas genting: tik, tik, tik, halilintar menggelegar, katak bernyanyi pada sepanjang malam hari, anjing mengonggong, ayam berkokok, kambing mengembik, singa mengaum, adzan menggema, tarkhim membahana di fajar hari, Qur'an mengalun dari bibir qori'nya, gema shalawat dengan rancak rebananya, gitar dipetik, biola digesek, seruling ditiup, drum di pukul, mandolin dimainkan, siter dibunyikan, gendang ditabuh, gamelan dialunkan, jangkrik berjingkrak dengan kidung semalam, sampai bunyi kentut dengan berbagai variasinya itu.
Andai kita bayangkan dakam waktu yang bersamaan, bukanlah itu musik orkestra alam yang sangat indah, yang tak bisa ditiru oleh siapapun dan mengema agung dalam jeritan hati: hu, hu, hu, hu, hu, hu, Dia, Dua, Dia, Dia, Dia, Dia....
Engkaupun menari dalam kemabukan ini, sebab mana yang tidak mengabarkan tentang Dia, bagai Rumi menari itu....
Selasa, 27 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar