Selasa, 27 Juli 2010

Dzat Cinta

Sedulurku tercinta, kalau manusia menyembah Tuhan yang diciptakan secara imajiner dan artifisial, karena setiap orang telah membangun semacam bentuk imajiner dalam pikirannya, yang dianggap sebagai Tuhan yang Mutlak. Pola keberagamaan ini menyembah bentuk Tuhan, meskipun sebenarnya Tuhan tersebut hanyalah sebuah produk artifisial pikiran manusia.

Lihatlah pada ranah pergaulan, mereka--amat parah--menganggap orang-orang yang disebut menyembah berhala itu adalah sesat, mereka menuduh kafir dan pengikut setia patung-patung berhala. Nah, padahal kesalahan tersebut juga ada pada diri mereka sendiri sebab mereka juga menyembah berhala--imajiner itu.

Keimanan ini tertuju hanya kepada berhala, maka keberagamaan ini tidak menyadari adanya Tuhan dari segala Tuhan--Kebaikan Yang Mutlak. Ranah ini bisa diklasifikasikan benere dewe, naik ke benere orang banyak karena ada perbedaan antara tuhan model tersebut dengan Tuhan dari semua Tuhan itu. Orang-orang yang mencapai Wajah Tuhan tetapi bukan dzat Tuhan adalah para penyembah berhala--buktinya kawan--siang malam bertarung dan berdebat dengan orang lain, orangnya fanatik buta dan tidak memiliki serta menentang sikap siapapun yang berbeda dengan mereka itu.

Sedangkan orang-orang yang mencapai Wajah dan Dzat Tuhan, menyembah hanya kepada Tuhan Yang Esa itu, sebagai sorang muwahhid dan membebaskan diri dari penyembahan berhala, buktinya merekalah orang-orang yang menciptakan perdamaian dengan seluruh umat manusia dan membebaskan diri dari perselisihan dan pencelaan ide-ide orang lain. Dengan kata lain, bila seseorang belum mencapai pada tataran tersebut--akuilah saja--pandangan mencapai Wajah Tuhan itu menunjukkan ia masih politeis yang membuat sekutu untuk Tuhan (yang disebut musyrik itu), meskipun pada dataran pengakuannya ia mengaku menyembah Tuhan.

Orang ini disebut oleh Allah--dalam Qur'an--Dan mereka tidak menghormati Allah dengan semestinya. Allah dengan struktur khayalan pribadi inilah yang disebut tidak menghormati dengan semestinya, karena hal ini bagian dari mempertahankan pemujaan pada diri sendiri. Sesuatu yang dipahami melalui akal dan pandangan mata merupakan gambaran yang terbentuk oleh fantasi dan hayalan semata--yang subyektif--karena khayalan itu tunduk pada batas-batas rasio dan khayalan itu sendiri.

Pada ujungnya, apa yang aku paparkan ini bagian dari proses mengajak pengejawantahan cinta pada dataran kenyataan atas dasar keyakinan Tuhan dari segala tuhan, dimana wujud nyatanya adalah mempersiapkan diri dengan sifat pengabdian, berprilaku sangat lapang dada, dan terbebas serta jauh dari segala kepentingan atau gangguan yang formal atau spiritual itu.

Dengan demikian bisa diperjelas buktinya antara orang yang memandang Wajah Tuhan dengan Dzat Tuhan--bahasaku Dzat Cinta--terbaca dalam kenyataan, dimana bagi yang pertama masih mengedepankan pertengkaran yang kedua mengejawantahkan perdamaian abadi. Bagi yang merasakan Dzat Cinta, maka ia akan memuji apa pun yang essensinya baik dan yang menyebabkan kesempurnaan manusia.

Biarkan dan relakan setiap agama dan umat memelihara ritual dan ibadah mereka masing-masing, karena sikap terpancing dan terikat pada kata-kata (Jawa, aran) dan ekspresi masing-masing agama adalah bentuk kekafiran juga. Jadinya--aku ingat dawuh Kanjeng Nai saw--kalau orang mengafirkan orang maka hakekatnya ia adalah orang kafir itu sendiri....

Kawan-kawan, aku rindu pada suasana damai yang saling menyadari bahwa berbagai macam wujud tajjaliNya ini, ditampilkan dalam berbagai keyakinan umat manusia adalah seruling jiwa yang rindu akan kembali ke rumpun bambu itu--walau berbeda--sesunguhnya berdasar pada Cinta kepada Wujud yang Satu itu....

Punten Semuanya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar