Sedulurku tercinta, ingat itu bahasa arabnya dzikir, dzikir dalam agama sebagai perbuatan ibadah, dimana puncaknya itu tercapainya kedudukan atau maqam dimana dzikir dan kesadaran tiba-tiba muncul melalui pertolongan Allah yang disertai kehebatan dan keberkahan dzikir itu sendiri, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis Qudsi itu: HambaKu senantiasa mendekatiKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencitainya maka Aku menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar, menjadi matanya yang dengannya ia melihat, dan menjadi tangannya yang dengannya ia mengambil, dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Seandainya ia meminta kepadaKu, tentu Aku akan memberinya, dan seandainya ia meminta perlindungan kepadaku, tentu Aku akan memberikannya.
Kalau ini ternyata belum bisa dicapai, maka boleh jadi kita akan menapaki dzikir sebelumnya, yakni dzikir yang dapat menggambarkan keadaan batin, dimana rasa takut dan kesadaran akan Allah (taqwa) dan amalan dzikir menguasahi si pencari yang sedang menempuh Jalan, sehingga ia benar-benar berpisah perhatiannya dengan dunia.
Bila ternyata tingkatan ini belum bisa kita tanjaki, maka bisa dilakukan dengan dzikir sebelumnya lagi, yakni menyebut secara berulang-ulang nama Allah, atau yang lebih dikenal wirid. Amalan ini bisa dilakukan dengan niat yang ikhlas, sadar, dan konsentrasi penuh--biasanya dibimbing oleh pemandu atau guru itu.
Kalau ternyata hal ini masih berat juga dilakukan, maka kita akan selalu mengingat Allah dalam setiap saat, ketika sedang terjaga, dalam kehidupan seseorang. Dalam level ini dzikir sebagai hakekat dari perjuangan melawan bisikan Iblis yang selalu berusaha memalingkan kita agar lalai dari mengingat Allah.
Tingkatan ini dimaksudkan dan ditujukan agar setiap saat jiwa selalu dalam keadaan diridhoi Allah--misalnya: sabar ketika menderita, bersyukur ketika memperoleh kebaikan, menyesali perbuatan yang salah, dan memiliki harapan untuk memperoleh ampunan. Keadaan ini akan meningkatkan iman, dan meningkatkan kesadaran. Kesadaran bahwa Allah pada posisi sebagai kekasih, tentu sebagai kekasih pasti akan mengingat dan mengejar ridha Kekasih, dan dambaan kekasih hanyalah perjumpaan dengan Kekasih. Diingatnya Kekasih meningkat pada dipandangnya Kekasih dengan kedua mata hatinya, hati mengenal Kekasih dan melihatnya, bahagia kekasih bila dapat mendekati Kekasih, puncaknya tidak ingat apapun kecuali Kekasih.
Inilah ingat Cinta, dimana Tuhan menjadi Pelaku dalam setiap ucapan dan perbuatan atas orang-orang yang Dia sucikan--pada umumnya orang menyebut fana atau lenyapnya diri. Dia berbicara melalui orang-orang yang Dia sucikan itu, mereka semua abadi ingatnya kepad a Allah.
Adalagi orang yang ingat kepada Allah dengan lisannya tetapi hatinya lalai, ada orang yang ingat kepada Allah dengan lisannya yang disertai kehadiran hatinya itu--walau dzikirnya mencari-cari pahala--hal ini masih bisa dibenarkan.
Adalagi orang ingat ke Allah dengan hatinya--tidak sekedar lesan dan hadirnya hati. Orang semacam ini hatinya dipenuhi dengan Allah, dan lisannya tidak mengucapkan apap pun. Lisannya telah memasuki sirr, hatinya yang berada dalam rahasia Cinta, Cinta itu dalam rahasia Cahaya, dan pandangan seperti ini merupakan hal yang tidak bisa digambarkan--inilah misteri itu--kecuali pandangan langsung....
Kawan-kawan semua Nabi dan Rasul menyeru kepada manusia supaya mengingat dan mengucapkan Allah. Orang yang hanya mendengarkannya dengan telinga saja, lafal itu akan keluar melalui telinga lainnya, orang yang mendengarnya dengan hatinya, maka lafal itu akan menghujam dalam hatinya, lalu meningkat--dengan cara diulang--sampai pada terbebasnya dari bunyi dan huruf, lalu menjadi asyik di dalamnya sehingga mereka tidak lagi sadar akan keberadaan dirinya....
Ingatanku yang mana ini, Wahai Kekasih....
Selasa, 27 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar