Sedulurku tercinta, seorang guru selalu mengajarkan cara pandang dengan dua mata, pertama mata kepala yang kedua mata hati. Pertama pandangan kongkrit, yang kedua pandangan abstrak. Untuk mengajarkan pandangan kedua, yakni melihat Tuhan bermahkota di hati, baitullah abstrak, maka beliau mengajak perjalanan fisikli menuju Mekkah, dimusim haji, pandangan kongkrit.
Bekal sudah dipersiapkan dalam menempuh perjalanan yang panjang, kendaraannya seekor khimar, seorang santri bertugas menuntunnya selama perjalanan. Siang malam berlalu, murid yang menuntun itu sakit agak serius, maka berkatalah guru kepada anak itu bahwa dia disuruh naik khimar, sementara gurunya yang menuntunnya.
Dengan berat hati anak itu naik khimar sambil selalu memandang keikhlasan gurunya bukan ranah kata tetapi adabnya. Penyakit tak sembuh2, maka guru itu menjual perbekalannya sampai habis untuk berobat muridnya, sayang penyakit tak kunjung mereda.
Dalam istirahat perjalanan, murid bertanya kepada gurunya, guruku, bekal sudah habis untuk kesembuhanku, khimar juga sudah engkau jual untuk pengobatanku, sementara perjalanan ke baitullah masih amat panjang, sekitar puluhan kilo meter lagi, sementara penyakitku ini tak kunjung mereda, lalu bagaimana kita nanti akan sampai ke baitullah itu.
Guru dengan senyumnya bening, sebening embun, sebening kaca menjawab kepada santrinya itu, oh gampang nak, nanti engkau aku gendong sampai kesana. Sambil menerangkan kepada murid, sambil guru itu banyak berpetuah yang intinya bahwa terhadap segala kejadian hidup ini pecinta tak boleh mengeluh, dan gampang merasa sampai atas perjalanan yang tak bertepi ini, kalau pecinta sampai ke baitullah secara kongkrit sangat mudah, sebentar lagi dalam hitungan hari cepat sampai, namun baitullah yang abstrak yang ada dalam dada setiap manusia lebih amat sulit, kalau rintangan kongkrit saja sedemikian beratnya maka lebih berat lagi rintangan abstrak, yang juga butuh pandangan abstrak.
Anakku, kata guru lebih lanjut, setiap simbul semesta, ketahuilah, itu miniatur untuk menerangkan hal-hal yang batiniyah, sebagaimana perjalanan ini, kalau ke baitullah bisa berulangkali, namun untuk ke baitullah yang abstrak, wujudnya adalah pelayanan kepada manusia tanpa sekat, agama tidak hanya nampak dalam pernik-pernik tasbih, lembaran sajadah dan kemegahan jubah, kenapa kepada pelayanan manusia, karena penggapaian Tuhan yang tak bertepi bisa ditempuh tangganya melalui membahagiakan makhlukNya, kalau ini dilakukan justru segala yang di langit turun menyayangi pecinta itu.
Murid sakitnya tak terasa sebab terpesona segala kisah petuah gurunya, sang guru walau menggendong melulu sepanjang perjalanan juga tidak merasa penat, duhai, karena memandang muridnya tersenyum, yang beliau rasakan tentu senyum Tuhan, Allah yang punya nama2 indah itu. Kawan, ujung kisah aku mendoakanmu semua, kapan2 Allah mengizinkanmu bisa ziarah ke baitullah itu...
Amin2 ya Allah...
Sabtu, 22 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar