Sedulurku tercinta, ada dua puluh jenis bahaya mulut atau lisan, seandainya orang menyadari effeknya yang teramat buruk dunia akhiratnya, maka orang akan memilih diam sebenarnya daripada tidak bisa omong yang baik. Semula dari seseorang lalu menjadi beberapa orang kemudian menjadi kelompok orang atau gerombolan orang--yang bahasanya arabnya Majlis atau Jama'ah atau apa sajalah namanya, itu kan hanya "aran" atau nama, tetapi effek mulut atau lisannya itu [apalagi dibantu alat radio, tv dan sarana yang lain] ternyata merambah sedemikian dahsyat buruknya, di kampung-kampung, di desa-desa dan kota-kota itu.
Tali-tali kebudayaan banyak yang putus, aku sebut tali kebudayaan karena wilayah yang diharam-haramkan atau dibid'ah-bid'ahkan atau ditakhayulkan atau dikhurofatkan ini [misalnya slametan, tahlilan, manaqiban, istighatsahan, mujahadahan, maulidan dan shalawatan dan sebagainya] adalah wilayah mu'amalah [interaksi sosial] yang telah diserahkan oleh Kanjeng Nabi saw [antum a'lamu biumuuriddunyakum] itu.
Kebudayaan itu seni hidup yang terbangun oleh interaksi sosial antar manusia, individu maupun kelompok sehingga negara pun tidak seharusnya berurusan dengan kebudayaan, karena memang kebudayaan itu representasi emansipasi manusia ke arah yang lebih survive, inovatif dan kreatif. Makanya intervensi gerombolan dengan mengatas namakan agama ini menjadi sangat primitif sikapnya, interaksi sosial yang memethik wewangian dari ajaran-ajaran menjadi bubar, jagong menjadi perdebatan yang tidak ahsan, hal ini mereka tidak menyadari efek dari mulutnya [jawa kasarnya: cangkeme].
Kalau mereka Nabi dan Rosul, sudah sepantasnya menuding-nuding dengan Cinta itu, kalau mereka itu keluarga Nabi aku sadari kesuciannya itu, kalau mereka sahabat Nabi aku akui adab sopan santunnya itu, kalau mereka tabi'in aku fahami ketawadlu'annya itu, kalau mereka tabi'ittabi'in aku acungkan jempol amaliyahnya itu, kalau mereka Imam-imam aku sukai karena kewira'iannya itu, kalau mereka wali-waliNya aku dekap karena pelayanan Cintanya itu, kalau, kalau, kalau, kalau, kalau, kalau.
Ternyata kalau ditelusuri mereka seperti aku: bodoh dalam banyak hal, seandainya tahu itupun sedikit dari sedikitnya hal atau percikan dari percikannya ilmu. Mustinya mereka lebih baik seperti anak-anak kecil yang besar ingin tahunya bukan memberikan fatwa karena masih banyak yang belum dikuasainya itu [biso rumongso bukan rumongso biso]. Dengan memberikan fatwa pada wilayah mu'amalah ini berarti kata-kata mereka melebihi kata-kata Kanjeng Nabi itu, teramat buruk bagai suara khimar itu--sabda beliau.
Lain soal kalau mereka menasehati dalam teritorial mahdhoh [ritual: shalat, puasa dan haji dan sebagainya] bila ada yang tak sesuai dengan contoh baku dari Kanjeng Nabi itu, itu pun bentuknya saling menasehati, kalau debat pun harus dengan cara yang baik, bukan memperolok-olok dan menghina-hina satu sama lain....
Kawan-kawan, kalau sikap yang tak bersahabat itu terus dilakukan pada hakekatnya di dadanya tak ada Cinta, yang ada hanya kuasa bagai Fir'aun itu, dimana pada ujungnya bukan Tuhan bermahkota di hatinya, tetapi egonyalah yang menjadi raja di hatinya, inilah bentuk berhala abstrak yang seandainya mereka sadari, bukan mereka jijik kepada orang lain tetapi mereka akan jijik dengan dirinya sendiri karena merasa benar sendiri, merasa suci sendiri namun hatinya penuh dengan berhala-berhala abstrak yang berbentuk sifat-sifat tercela itu, efek sikapnya akan nyata di dalam kehidupan: bikin onar, kekerabatan masyarakat hancur, peguyuban kebudayaan musnah.
Kalau manusia punya hati, ketahuilah masyarakat juga punya hati, dan hatinya masyarakat itu adalah kebudayaan sebagai seni hidup atau the art of living ini yang telah diserahkan oleh Kanjeng Nabi saw: kamu lebih tahu tentang urusan duniamu. Walau ini level keduniaan, bukankah semua ini tergantung niatnya itu. Beliau mengajarkan: Banyak amalan yang nampaknya amalan akkhirat tetapi dengan niat yang buruk ujungnya menjadi amalan duniawi semata, tetapi banyak amalan yang nampaknya amalan dunia tetapi dengn niat yang baik, maka akan menjadi amalan akhirat....
Punten, wallahua'lam bishshowab....
Selasa, 02 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar